HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK


  1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. Pegawai, Penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
  3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
  4. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
  5. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  6. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada point (4) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
  7. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang, oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
  8. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
  9. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada point (8) harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
  10. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala sebagaimana dimaksud pada point (8), serta bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
  11. Dalam hal dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender.
  12. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
  13. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
  14. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada point (12) dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada point (13) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  15. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
  16. Jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas selisih penerapan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebelum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan selanjutnya pada tahun kalender berikutnya tidak termasuk kredit pajak sebagaimana dimaksud pada point (15).
  17. Dalam hal Wajib Pajak yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak maka PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak yang bersangkutan.
  18. Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada point (17) menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang menyatakan jumlah lebih bayar maka penyampaiannya harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
  19. Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang menyatakan jumlah lebih bayar sebagaimana dimaksud pada point (18) disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis, tidak dianggap sebagai Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

0 comments:

Post a Comment

Followers